PENGENALAN KEPADA ALLAH AZZA WAJALLA II
ASSALAMUALAIKUM
Q.S. al-Furqân (25): 59, Q.S. as-Sajdah (32): 4, Q.S. Qâf (50): 38. Ketika menafsirkan Q.S. Qâf (50): 38, M Quraish Shihab dalam al-Mishbâh antara lain menyebutkan bahwa maksud dari kata “enam hari” dalam ayat itu adalah enam masa atau enam periode. Dua hari untuk menciptakan bumi, dua hari untuk menciptakan aneka manfaat yang terdapat di bumi, dan dua hari untuk menciptakan langit.
Namun, kata yawm –bentuk tunggal dari ayyâm– di dalam al-Qur’an tidak hanya berarti “hari” seperti yang kita ketahui yang terdiri dari 24 jam. Apalagi ketika al-Qur’an diturunkan masyarakat belum lagi mengenal konsep jam, menit, dan detik. Yawm di dalam al-Qur’an ada yang berarti suatu masa yang lamanya 1.000 tahun, ada juga yang berarti 50.000 tahun, ada juga yang kurang dari itu.
Dengan demikian, penciptaan langit dan bumi dalam enam hari dapat kita pahami dalam arti penciptaannya dalam enam tahapan, seperti yang kita baca di dalam Tafsir al-Mishbâh di atas. Tidak sedikit yang memahami ayat ini sebagai isyarat bahwa segala sesuatu di dunia ini ada prosesnya, ada tahapan-tahapannya. Ingin pintar, harus melalui proses belajar. Ingin sukses, harus melalui proses usaha keras. Dan seterusnya. Sebenarnya Allah Yang Mahakuasa sungguh sangat mampu menciptakan langit dan bumi dalam sekejap, dengan hanya mengatakan “kun” (Q.S. Yâsîn [36]: 82), maka semuanya pun tercipta: fayakûn. Tetapi Allah menciptakan semua itu dalam enam periode untuk menunjukkan bahwa segala sesuatu di dunia ini memerlukan proses.
Demikianlah penafsiran enam masa penciptaan alam dalam Al-Qur’an, sejak kemunculan alam semesta hingga terciptanya manusia.
langsung saja:
Allah lah yang menciptakan langit dan bumi dalam 6 masa, :
Ada sejumlah ayat al-Qur’an terkait dengan penciptaan alam raya yang menyebutkan sittat ayyâm,
“enam hari”, yang kemudian dimaknai sebagai “enam periode” atau “enam
masa”. Antara lain adalah Q.S. al-Furqân (25): 59, Q.S. as-Sajdah (32): 4, Q.S. Qâf (50): 38. Ketika menafsirkan Q.S. Qâf (50): 38, M Quraish Shihab dalam al-Mishbâh antara lain menyebutkan bahwa maksud dari kata “enam hari” dalam ayat itu adalah enam masa atau enam periode. Dua hari untuk menciptakan bumi, dua hari untuk menciptakan aneka manfaat yang terdapat di bumi, dan dua hari untuk menciptakan langit.
Namun, kata yawm –bentuk tunggal dari ayyâm– di dalam al-Qur’an tidak hanya berarti “hari” seperti yang kita ketahui yang terdiri dari 24 jam. Apalagi ketika al-Qur’an diturunkan masyarakat belum lagi mengenal konsep jam, menit, dan detik. Yawm di dalam al-Qur’an ada yang berarti suatu masa yang lamanya 1.000 tahun, ada juga yang berarti 50.000 tahun, ada juga yang kurang dari itu.
Dengan demikian, penciptaan langit dan bumi dalam enam hari dapat kita pahami dalam arti penciptaannya dalam enam tahapan, seperti yang kita baca di dalam Tafsir al-Mishbâh di atas. Tidak sedikit yang memahami ayat ini sebagai isyarat bahwa segala sesuatu di dunia ini ada prosesnya, ada tahapan-tahapannya. Ingin pintar, harus melalui proses belajar. Ingin sukses, harus melalui proses usaha keras. Dan seterusnya. Sebenarnya Allah Yang Mahakuasa sungguh sangat mampu menciptakan langit dan bumi dalam sekejap, dengan hanya mengatakan “kun” (Q.S. Yâsîn [36]: 82), maka semuanya pun tercipta: fayakûn. Tetapi Allah menciptakan semua itu dalam enam periode untuk menunjukkan bahwa segala sesuatu di dunia ini memerlukan proses.
”Apakah
kamu lebih sulit penciptaanya ataukah langit? Allah telah membinanya
{27} Dia meninggikan bangunannya lalu menyempurnakannya {28} dan Dia
menjadikan malamnya gelap gulita, dan menjadikan siangnya terang
benderang {29} Dan bumi sesudah itu dihamparkan-Nya {30} Ia memancarkan
daripadanya mata airnya, dan (menumbuhkan) tumbuh-tumbuhannya {31} Dan
gunung-gunung dipancangkan-Nya dengan teguh {32} (semua itu) untuk
kesenanganmu dan untuk binatang-binatang ternakmu {33}”
(Q.S. An-Nazi’at: 27-33)
Pembentukan
alam semesta dalam enam masa, sebagaimana disebutkan Al-Qur’an atau
kitab lainnya, sering menimbulkan permasalahan. Sebab, enam masa
tersebut ditafsirkan berbeda-beda, mulai dari enam hari, enam periode,
hingga enam tahapan. Oleh karena itu, pembahasan berikut mencoba
menjelaskan maksud enam masa tersebut dari sudut pandang keilmuan,
dengan mengacu pada beberapa ayat Al-Qur’an.
Dari sejumlah ayat Al-Qur’an yang berkaitan dengan enam masa, Surat An-Nazi’at ayat 27-33 di atas
tampaknya dapat menjelaskan tahapan enam masa secara kronologis. Urutan
masa tersebut sesuai dengan urutan ayatnya, sehingga kira-kira dapat
diuraikan sebagai berikut:
- Masa I (ayat 27): penciptaan langit pertama kali
Pada Masa I, alam semesta pertama kali terbentuk dari ledakan besar yang disebut ”big bang”, kira-kira 13.7 milyar tahun lalu. Bukti dari teori ini ialah gelombang mikrokosmik di angkasa dan juga dari meteorit.
Awan debu (dukhan) yang terbentuk dari ledakan tersebut (gambar 1a), terdiri dari hidrogen. Hidrogen adalah unsur pertama yang terbentuk ketika dukhan berkondensasi sambil berputar dan memadat. Ketika temperatur dukhan mencapai 20 juta
derajat celcius, terbentuklah helium dari reaksi inti sebagian atom
hidrogen. Sebagian hidrogen yang lain berubah menjadi energi berupa
pancaran sinar infra-red. Perubahan wujud hidrogen ini mengikuti
persamaan E=mc2, besarnya energi yang dipancarkan sebanding dengan massa atom hidrogen yang berubah.
Selanjutnya, angin bintang menyembur dari kedua kutub dukhan, menyebar dan menghilangkan debu yang mengelilinginya. Sehingga, dukhan
yang tersisa berupa piringan, yang kemudian membentuk galaksi (gambar
1b dan c). Bintang-bintang dan gas terbentuk dan mengisi bagian dalam
galaksi, menghasilkan struktur filamen (lembaran) dan void (rongga).
Jadi, alam semesta yang kita kenal sekarang bagaikan kapas, terdapat
bagian yang kosong dan bagian yang terisi (gambar 1d).
Gambar 1a) awan debu (dukhan) yang terbentuk akibat big bang
Gambar 1b) hembusan angin bintang dari kedua kutubnya
Gambar 1c) galaksi yang terbentuk dari piringan bintang-bintang dan gas-gas pembentuknya
Gambar 1d) struktur filamen dari alam semesta yang bagaikan kapas
- Masa II (ayat 28): pengembangan dan penyempurnaan
Dalam
ayat 28 di atas terdapat kata ”meninggikan bangunan” dan
”menyempurnakan”. Kata ”meninggikan bangunan” dianalogikan dengan alam
semesta yang mengembang, sehingga galaksi-galaksi saling
menjauh dan langit terlihat makin tinggi. Ibaratnya sebuah roti kismis
yang semakin mengembang, dimana kismis tersebut dianggap sebagai
galaksi. Jika roti tersebut mengembang maka kismis tersebut pun akan
semakin menjauh (gambar 2).
Gambar 2) model roti kismis untuk menggambarkan mengembangnya alam semesta
Mengembangnya alam semesta sebenarnya adalah kelanjutan big bang. Jadi, pada dasarnya big bang bukanlah ledakan dalam ruang, melainkan proses pengembangan alam semesta. Dengan menggunakan perhitungan efek doppler sederhana, dapat diperkirakan berapa lama alam ini telah mengembang, yaitu sekitar 13.7 miliar tahun.
Sedangkan kata ”menyempurnakan”, menunjukkan bahwa alam ini tidak serta merta
terbentuk, melainkan dalam proses yang terus berlangsung. Misalnya
kelahiran dan kematian bintang yang terus terjadi. Alam semesta ini
dapat terus mengembang, atau kemungkinan lainnya akan mengerut.
- Masa III (ayat 29): pembentukan tata surya termasuk Bumi
Gambar 3) reaksi nuklir yang menjadi sumber energi bintang seperti Matahari
Surat
An-Nazi’ayat 29 menyebutkan bahwa Allah menjadikan malam yang gelap
gulita dan siang yang terang benderang. Ayat tersebut dapat ditafsirkan
sebagai penciptaan matahari sebagai sumber cahaya dan Bumi yang
berotasi, sehingga terjadi siang dan malam. Pembentukan tata surya
diperkirakan seperti pembentukan bintang yang relatif kecil, kira-kira
sebesar orbit Neptunus. Prosesnya sama seperti pembentukan galaksi
seperti di atas, hanya ukurannya lebih kecil.
Seperti
halnya matahari, sumber panas dan semua unsur yang ada di Bumi berasal
dari reaksi nuklir dalam inti besinya (gambar 3). Lain halnya dengan
Bulan. Bulan tidak mempunyai inti besi. Unsur kimianya pun mirip dengan
kerak bumi. Berdasarkan fakta-fakta tersebut, disimpulkan bahwa Bulan
adalah bagian Bumi yang terlontar ketika Bumi masih lunak. Lontaran ini
terjadi karena Bumi bertumbukan dengan suatu benda angkasa yang
berukuran sangat besar (sekitar 1/3 ukuran Bumi). Jadi, unsur-unsur di
Bulan berasal dari Bumi, bukan akibat reaksi nuklir pada Bulan itu
sendiri.
- Masa IV (ayat 30): awal mula daratan di Bumi
Penghamparan yang disebutkan dalam ayat 30, dapat diartikan sebagai pembentukan superkontinen Pangaea di permukaan Bumi.
Masa III hingga Masa IV ini juga bersesuaian dengan Surat Fushshilat ayat 9 yang artinya, “Katakanlah: ‘Sesungguhnya patutkah kamu kafir kepada yang menciptakan bumi dalam dua masa dan kamu adakan sekutu-sekutu bagi-Nya?’ (Yang bersifat) demikian itu adalah Rabb semesta alam”.
Gambar 4) daratan Pangaea yang merupakan asal mula semua daratan di Bumi
- Masa V (ayat 31): pengiriman air ke Bumi melalui komet
Gambar 5) ilustrasi komet yang membawa unsur hidrogen sebagai pembentuk air di Bumi
Dari
ayat 31 di atas, dapat diartikan bahwa di Bumi belum terdapat air
ketika mula-mula terbentuk. Jadi, ayat ini menunjukan evolusi Bumi dari
tidak ada air menjadi ada air.
Jadi,
darimana datangnya air? Air diperkirakan berasal dari komet yang
menumbuk Bumi ketika atmosfer Bumi masih sangat tipis. Unsur hidrogen
yang dibawa komet kemudian bereaksi dengan unsur-unsur di Bumi dan
membentuk uap air. Uap air ini kemudian turun sebagai hujan yang
pertama. Bukti bahwa air berasal dari komet, adalah rasio Deuterium dan
Hidrogen pada air laut, yang sama dengan rasio pada komet. Deuterium
adalah unsur Hidrogen yang massanya lebih berat daripada Hidrogen pada
umumnya.
Karena semua kehidupan berasal dari air, maka setelah air terbentuk, kehidupan pertama berupa tumbuhan bersel satu pun mulai muncul di dalam air.
- Masa VI (ayat 32-33): proses geologis serta lahirnya hewan dan manusia
Gambar 6) gunung sebagai pasak Bumi
Dalam ayat 32 di atas, disebutkan ”…gunung-gunung dipancangkan dengan teguh.”
Artinya, gunung-gunung terbentuk setelah penciptaan daratan,
pembentukan air dan munculnya tumbuhan pertama. Gunung-gunung terbentuk
dari interaksi antar lempeng ketika superkontinen Pangaea mulai
terpecah. Proses detail terbentuknya gunung dapat dilihat pada artikel
sebelumnya yang ditulis oleh Dr.Eng. Ir. Teuku Abdullah Sanny, M.Sc
tentang fungsi gunung sebagai pasak bumi.
Kemudian,
setelah gunung mulai terbentuk, terciptalah hewan dan akhirnya manusia
sebagaimana disebutkan dalam ayat 33 di atas. Jadi, usia manusia relatif
masih sangat muda dalam skala waktu geologi.
Jika
diurutkan dari Masa III hingga Masa VI, maka empat masa tersebut dapat
dikorelasikan dengan empat masa dalam Surat Fushshilat ayat 10 yang
berbunyi, ”Dan dia menciptakan di bumi itu
gunung-gunung yang kokoh di atasnya. Dia memberkahinya dan Dia
menentukan padanya kadar makanan-makanan (penghuni)nya dalam empat masa. (Penjelasan itu sebagai jawaban) bagi orang-orang yang bertanya”.
wallahualam bissawab
sekian aku lanjutin ke part III wassalam..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar